
Yang pertama, sebelum berinvestasi cari tahu informasi mengenai perusahaan, karyawan, dan produknya.
"Cari informasi sebanyak-banyaknya, mulai dari investasinya, pengelolanya, termasuk isi perjanjian," ujar Susy kepada detikFinance, di Hotel Putri Duyung, Ancol, Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Selain itu, minta salinan tertulis rencana pemasaran dan penjualan dari perusahaan. Setelah itu, perhatikan besar keuntungannya, semakin besar keuntungan yang diimingi-imingi, semakin besar pula risiko kerugian yang akan kita alami.
Kemudian hindari promotor yang tidak dapat menjelaskan rencana bisnis perusahaan. Terakhir, cari tahu apakah ada permintaan produk sejenis di pasaran.
Investasi bodong ini memiliki ciri mengiming-imingi return atau imbal hasil yang terlalu besar dan tidak masuk akal.
"Misalnya investasi dengan skema seperti ponzi scheme, cirinya menjanjikan return yang terlalu besar dan tidak masuk akal," lanjut Susi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal 1B OJK Sardjito juga mengingatkan, investasi bodong ini tidak hanya ke mereka yang berpengetahuan saja, melainkan bisa juga ke mereka yang memiliki pengetahuan akan investasi.
"Dulu kasus Cipaganti, orang pintar, artis-artis besar investasi disitu, jadi sebaiknya kenali dulu jenisnya," kata Sardjito.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tahun 2013-2014, kerugian akibat investasi bodong mencapai Rp 45 triliun dan terdapat 2.772 jumlah pengaduan oleh masyarakat.
(drk/drk)Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar